amsterdammer

amsterdammer
Ik Ben Ajacied

All You Need is AJAX

All You Need is AJAX
All You Need is AJAX

Rabu, 25 Februari 2009

10 hal tentang AJAX AMSTERDAM

Inilah Ajax Amsterdam, klub Belanda paling sukses sepanjang sejarah.

10. Didirikan 18 Maret 1900 oleh Floris Stempel, Carel Reeser, serta dua bersaudara Han dan Johan Dade. Saat promosi ke divisi utama liga Belanda 1911, Ajax harus mengubah seragam mereka, putih strip merah dengan celana hitam, karena Sparta Rotterdam memiliki seragam yang sama. Jadilah Ajax menggunakan putih dengan balok merah dan celana putih seperti kostum tim saat ini.

9. Perseteruan dengan Feyenoord Rotterdam mulai terbangun sejak 1930-an. Selama dasawarsa itu, Ajax sukses memborong enam gelar juara regional dan lima kali juara nasional. Berkat prestasi itu, Ajax menjadi klub tersukses di Belanda. Klassieker pun selalu marak hingga saat ini. Persaingan Ajax dan Feyenoord mewakili perbedaaan antara dua kota terbesar Belanda, Amsterdam dan Rotterdam. Jika Amsterdam dianggap sebagai kota bernilai sejarah, kreativitas, dan canggih; Rotterdam, kota pelabuhan terbesar di Eropa, disetarakan citra keras, tanpa basa-basi, dan bernuansa industri. Tak jarang, duel kedua tim diwarnai kericuhan antarfans. Insiden yang terkenal adalah insiden Beverwijk pada 1997 yang menyebabkan tewasnya seorang pendukung Ajax. Potensi kerusuhan menyebabkan pihak pemerintahan kota melarang fans lawan untuk datang menonton di markas klub masing-masing sejak beberapa musim lalu.

8. Setelah bermain di stadion yang hanya terbuat dari kayu dan hanya disebut The Stadium sejak 1911, Ajax bermarkas di stadion yang akan digunakan untuk Olimpiade 1928. Ajax kemudian pindah lagi ke stadion De Meer pada 1934 di Amsterdam timur -- dan tetap memakai stadion Olimpiade yang berkapasitas dua kali lebih besar untuk partai internasional -- hingga akhirnya menggunakan Amsterdam ArenA sejak 1996. Tapi, stadion baru ini dikenal sebagai stadion yang memiliki rumput yang jelek -- akibat kurang mendapat sinar matahari karena atap stadion yang bisa dibuka-tutup.

7. Prestasi fenomenal yang dicetak Ajax adalah hattrick juara Piala Champions pada rentang 1971-73. Mantan manajer Ajax Tomislav Ivic pernah menyebut era ini sebagai "Gloria Ajax". Setelah menjadi juara liga Belanda musim 1969-70, dengan memenangkan 27 dari 34 partai dan mencetak 100 gol, Rinus Michels mengantar Ajax kembali tampil di final Piala Champions untuk kali kedua. Pada kesempatan pertama, dua tahun sebelumnya, Ajax dilibas AC Milan, yang lebih berpengalaman, dengan skor 4-1. Di Wembley, 2 Juni 1971, Ajax akhirnya meraih supremasi Eropa dengan mengalahkan Panathinaikos, 2-0. Bersama manajer pengganti Michels, Stefan Kovacs, Ajax sukses mempertahankan gelar hingga dua edisi berturut-turut, dengan mengalahkan dua klub Italia, Inter Milan dan Juventus.

6. Gloria Ajax memperkenalkan pula "Twelve Apostels", atau Dua Belas Murid, kepada Eropa. Inilah sebelas -- plus satu cadangan -- pemain andalan Rinus Michels, yaitu Heinz Stuy, Wim Suurbier, Barry Hulshoff, Horst Blankenburg, Ruud Krol, Arie Haan, Johan Neeskens, Gerrie Muhren, Sjaak Swart, Johan Cruyff, Piet Keizer, serta Ruud Suurendonk hingga 1972 yang digantikan Johnny Rep. Harus diingat pula peran Velibor Vasovic, kapten pertama Ajax yang sukses mengangkat trofi Eropa. Inilah resep kunci Gloria Ajax. Michels tak pernah segan menggusur pemain yang dianggapnya tak sesuai dengan gaya bermain tim.

5. Ajax terlalu dikenal sebagai salah satu klub dengan lalu lintas pemain tersibuk di dunia karena kerap menghasilkan pemain berbakat, sehingga kisah seorang Sjaak Swart, Mister Ajax yang menghabiskan karirnya hanya bersama klub Amsterdam ini, terbilang fenomenal. Swart, lahir di Amsterdam, 3 Juli 1978, memulai debut musim 1956-57. Hingga mengakhiri karirnya musim 1972-73, gelandang yang kerap tampil dengan nomor punggung 8 ini mencatat 461 partai bersama Ajax, 31 caps di timnas Belanda, dan mencicipi tiga gelar Piala Champions, delapan gelar liga Belanda, lima kali Piala Belanda, dan masing-masing satu trofi Piala Super Eropa dan Piala Interkontinental.

4. Terkenal sebagai salah satu pabrik pemain, dapat dibilang Ajax kaya-raya berkat penjualan pemainnya. Musim lalu saja Ajax membungkus €44 juta hasil penjualan Ryan Babel ke Liverpool dan Wesley Sneijder ke Real Madrid. Tapi, di sisi lain, Ajax menderita karena selalu mengalami perubahan skuad. Pasca-kesuksesan meraih gelar Liga Champions 1995, kekuatan Ajax digerogoti dalam beberapa musim berikutnya. Pemain andalan mereka berbondong-bondong pindah; seperti Clarence Seedorf pada 1995; Edgar Davids, Michael Reiziger, Nwankwo Kanu, Finidi George (1996); Patrick Kluivert, Winston Bogarde, dan Marc Overmars (1997); Ronald de Boer dan Frank de Boer (1998); Jari Litmanen dan terakhir Edwin van der Sar pada 1999.

3. De Toekomst, atau "Masa Depan", adalah kompleks akademi pembinaan pemain muda terkenal milik Ajax. Salah satu akademi terbaik dunia, De Toekomst menjadi awal segala mimpi pemain usia dini untuk menjadi pemain terbaik dunia diwujudkan. De Toekomst menjadi markas empat tim amatir, 14 tim taruna, dan tim kedua Ajax. Kebijakan pembibitan pemain muda ini sukses melahirkan antara lain Johan Cruyff, Marco van Basten, Dennis Bergkamp, hingga Edwin van der Sar. Ajax juga mengembangkan klub satelit luar negeri untuk menjaring pemain berbakat. Di Afrika Selatan, melalui Ajax Cape Town, Ajax merekrut Steven Pienaar dan musim ini gelandang asal Kamerun, Eyong Enoh.

2. Untuk menghormati Johan Cruyff, Ajax mempensiunkan nomor punggung 14 dari skuad. Nomor punggung untuk pemain terbaik dalam tim, demikian Cruyff suatu ketika. Cruyff adalah legenda, tak hanya bagi Ajax, tapi juga dianggap pemain terbaik yang pernah dilahirkan Belanda. El Flaco -- "Si Kurus" -- terkenal dengan kemampuannya mengatur serangan, membaca permainan, memotivasi rekan setim, dan kemampuang menggocek bola yang revolusioner. Setelah ditemukan Vic Buckingham pada musim 1964-65, Cruyff menjadi permata Ajax hingga pindah ke Barcelona musim 1973-74. Sempat kembali ke klub pada 1981 -- dan hengkang dua tahun kemudian ke klub rival Feyenoord akibat perselisihan dengan presiden klub -- Cruyff kembali sebagai manajer pada 1985, dan membawa Ajax menggila dengan mencetak total 120 gol musim itu. Musim itu, Cruyff juga memperkenalkan Marco van Basten, yang memborong 37 gol. Saat Van Basten sepakat menjadi manajer Ajax musim ini, Cruyff seharusnya mendampingi sebagai direktur teknik, tapi batal karena perbedaan visi.

1. Mungkin Rinus Michels bukan satu-satunya figur manajer berpengaruh sepanjang sejarah Ajax, tapi bersama dirinya Ajax menemukan supremasi di Eropa dan membangun tim yang berlandaskan pengembangan bakat usia dini. Michels yang visioner memperkenalkan Total Football ke Eropa, taktik sepakbola yang juga sukses saat digunakan di timnas Belanda pada Piala Dunia 1974. Sebelum menjadi manajer, Michels adalah eks striker Ajax pada 1946-58. Pada 1965, ketika Ajax baru saja mengarungi musim terburuknya sepanjang sejarah dengan nyaris terdegradasi, Michels menggantikan Vic Buckingham sebagai manajer klub. Hingga 1971, Michels mempersembahkan empat gelar liga, tiga Piala Belanda, dan satu Piala Champions untuk Ajax. Musim berikutnya, Michels pindah ke Barcelona dan sempat kembali menangani Ajax musim 1975-76.